Bikin Konten Itu Kuantitas Atau Kualitas?

Ketika Anda berpikir, “Aduh ini konten gimana ya? Bagus nggak ya? Nanti tanggapan pembaca bagaimana ya?,” sebenarnya itu mungkin ditumbuhkan dari insecurity Anda. Berpikir terlalu lama dapat berujung Anda tidak menghasilkan apa-apa. Akan lebih baik jika kemudian Anda memutuskan untuk upload saja, bisa dibilang “starter”.

Mungkin hasilnya akan berada di luar ekspektasi Anda, ternyata cukup banyak yang suka, walapun misalnya masih ada kekurangan dari segi penulisan. Kemudian, Anda bisa lakukan hal yang sama ketika mulai posting di Instagram, Youtube, hingga Tiktok. Seperti kata Tokopedia, mulai aja dulu. Tidak perlu terlalu sempurna.

Ada sebuah prinsip yang mengatakan, “First Content is Always Trash”. Artinya adalah, Anda tidak perlu banyak overthinking, konten pertama Anda tidak perlu terlalu sempurna karena konten pertama yang kita buat itu selalu sampah.

Mungkin ketika suatu hari Anda memposting kontem dubbing pertama kali, akan ada komentar “Ini lagi dubbing apa kumur-kumur sih? Nggak jelas banget”. Saat di Tiktok pun juga begitu, secara konsep video per video masih amburadul atau tidak konsisten serta tidak jelas arahnya kemana. Ini tidak masalah.

Lalu apa hubungannya semua statement ini? Coba Anda pahami lagi, yang namanya “udah coba dulu aja”, artinya konten pertama secara kualitas tidak terlalu dipikirkan terlalu rumit. Sehingga yang bisa Anda galakkan terlebih dahulu adalah dari segi kuantitas. Tapi kenapa harus begitu? Kenapa nggak kualitas aja yang dipikirkan supaya terlihat bagus?

Masalahnya itu definisi bagus itu menurut siapa? Lagipula, semakin Anda coba untuk memperbanyak kuantitas, data yang Anda kumpulkan semakin banyak dari konten-konten tersebut. Misalnya Anda membuat 10 konten, ya data dari 10 konten itu yang didapat. Kalau bikin 50 konten, ya data dari 50 konten itu didapat.

Dimana dalam hal ini, semakin banyak data dari konten yang Anda buat, maka semakin cenderung akurat hipotesis atau kesimpulan mengenai insight yang didapat. Dengan catatan, membuat konten berkuantitas banyak juga tidak bisa asal-asalan juga. Anda perlu melakukan ini supaya yang diukur itu bisa terarah, tidak cuma sekedar banyak.

Kegiatan ini adalah A/B testing Content. Sederhananya, Anda coba postibg konten A, bagaimana reaksi audiens? Kalau dikasih konten B bagaimana reaksinya? Misal Anda punya produk dompet, Anda coba bikin konten edukasi bagaimaba reaksi mereka? Jika diberi konten cenderung menghibur bagaimana reaksinya?

Apakah A/B testing cuma dari segi jenis konten aja?

Tentu saja tidak, berikut beberapa contoh variabelnya:

  • Jenis konten
  • Waktu posting konten
  • Si pembuat konten (tim internal)
  • Topik konten
  • Call To Action dari konten
  • Headline dari konten
  • Caption dari konten
  • Warna dominan dari konten
  • Gaya editing dari konten
  • Gaya penulisan dari konten
  • Musik yang digunakan (sound Tiktok/Reels) dari konten
  • Dan masih banyak lagi, tergantung kebutuhan

Setelah tahu pentingnya kuantitas dulu dan pentingnya A/B testing Content, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara melakukannya?

Kuncinya adalah buat konten dengan variabel yang sama dan berbeda.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Share This Post

More To Explore