Top Skill Sosial Media: Daya Jelajah

Beberapa hari kemarin setelah piala dunia usai, banyak pembahasan bermunculan mengenai bagaimana Argentina bisa menang dari Perancis. Salah satunya karena pemain bernama Alexis Mac Allister dikenal punya daya jelajah yang luas saat pertandingan.

Pemikiran baru pun muncul: apakah skill “Daya Jelajah” ini bisa relevan jika konteksnya adalah skill sosial media?

Kita perlu ketahui dulu apa yang dimaksud dengan daya jelajah. Dalam hal ini, daya jelajah menentukan seberapa luas kita bisa mengeksplor dunia sosial media. Apa yang perlu dieksplor di sosial media? Banyak, mari bahas satu per satu.

Kita mulai dari menjelajah tren. Tren di sosial media begitu cepat datang dan pergi. Jika minggu ini ada tren baru, besoknya akan muncul lagi tren terbaru.

Namun, ada beberapa pegiat sosial media, baik itu content creator, social media specialist, atau pun business owner yang cukup terlambat dalam mengikuti tren.

Hal itu dapat disebabkan oleh skill daya jelajahnya yang belum terlalu luas, alias jarang melakukan eksplorasi rutin dalam memantau tren. Begitu ada tren datang, mereka tidak terlalu “ngeh” hingga tren itu benar-benar viral.

Daya jelajah selanjutnya selain tren adalah daya jelajah dalam hal kompetitor. Apabila Anda mengurus sebuah akun sosial media dalam konteks bisnis, pasti ada kompetitor langsung ataupun tidak langsung.

Anda perlu mengamati dan mengeksplor secara luas dan detail bagaimana mereka “bergerak”. Implementasi dari daya jelajah ke kompetitor di sosial media adalah riset kompetitor, memata-matai konten kompetitor, mengulik isi akun dari kompetitor, dan lainnya.

Manfaat dari daya jelajah ke kompetitor tentu sangat bermanfaat agar Anda bisa mempunyai benchmark, selain itu, apabila kompetitor punya gebrakan cukup bagus, Anda bisa segera melakukan ATM (Amati Tiru Modifikasi).

Sehingga Anda bisa terus kompetitif di sosial media baik dari segi konten, segmen konten, branding di sosial media, dan lainnya.

Berikutnya yang ketiga adalah daya jelajah saat pembuatan konten. Anda mungkin banyak melihat sebagian besar konten dibuat dengan materi yang “cetek” alias dangkal.

Konteks dangkal di sini adalah eksplorasi topiknya kurang dalam. Misalnya Anda punya produk dompet, biasanya hanya dikulik dari segi “Oh ini bisa untuk menyimpan uang dengan nyaman”.

Padahal bisa dikulik lebih dalam misalnya bagaimana dompet ini bisa bikin orang bisa dapet gebetan, bagaimana dompet ini menyelamatkan orang dari malapetaka serius, dan sebagainya.

Dikulik tidak hanya benefit basic, tapi juga dari keseharian yang mungkin tidak terpikirkan oleh audiens. Hal ini berpengaruh pada bagaimana pembuatan konten agar dihasilkan dari daya jelajah yang luas.

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

Share This Post

More To Explore